A. Gambaran Umum Obstruksi Bliaris
Antara hati dan usus halus terdapat
saluran yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya empedu yang di
produksi hati menuju usus. Jika saluran ini tersumbat, maka hal ini
disebut sebagai obstruksi biliaris (Sarjadi, 2000). Penyebab obstruksi
biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat
mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam
feses (Ngastiyah, 2005).
Obstruksi duktus
biliaris ini sering ditemukan, kemungkinan desebabkan:
1. Batu empedu
2. Karsinoma duktus biliaris
3. Karsinoma kaput panksreas
4. Radang duktus biliaris komunis
yang menyebabkan striktura
5. Ligasi yang tidak sengaja pada
duktus biliaris komunis (Sarjadi, 2000)
Penderita tampak ikterik, akan sangat
berat apabila obstruksi tidak dapat diatasi, bilirubin serum yang
terkonjugasi meningkat, feses pucat dan urine berwarna gelap (pekat).
Biasanya terdapat juga peningkatan kadar alkalin fosfate serum terutama
transaminase. (Sarjadi,2000)
Apabila terjadi obstruksi biliaris persisten,
empedu yang terbendung dapat mengalami infeksi, menimbulkan kolangitis
dan abses hepar. Kekurangan empedu dalam usus halus mempengaruhi
absorpsi lemak dan zat yang terlarut dalam lemak (misalnya beberapa
jenis vitamin) (Sarjadi,2000).
a. Penyakit Duktus Biliaris
Intrahepatik
Gambaran yang mirip dengan
obstruksi biliaris dapat disebabkan oleh penyakit duktus biliaris
intrahepatik, seperti :
1) Atresia Biliaris
Merupakan suatu kondisi kelainan dimana
saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal.
2). Sirosis
biliaris primer
Secara histologis kerusakan duktus
tampak dikelilingi infiltrasi limfosit yang padat dan sering timbul
granuloma.
3). Kolangitis
sklerosing
Merupakan radang
kronis yang mengenai duktus biliaris intrahepatik.
4). Reaksi obat
kolestatik
Obat-obatan long-acting lebih menyebabkan
kerusakan hepar dibandingkan dengan obat-obatan short-acting
(Sarjadi, 2000).
Gambar 2.1 sistem biliaris
b. Obstruksi Biliaris Akut
Obstruksi akut duktus
biliaris utama pada umumnya disebabkan oleh batu empedu. Secara klinis
akan menimbulkan nyeri kolik dan ikterus. Apabila kemudian sering
terjadi infeksi pada traktus biliaris, duktus akan meradang (kolangitis)
dan timbul demam. Kolangitis dapat belanjut menjadi abses hepar
(Sarjadi, 2000).
Obstuksi biliaris yang
berulang menimbulkan fibrosis traktus portal dan regenerasi noduler sel
hepar. Keadaan ini disebut sirosis biliaris sekunder (Sarjadi, 2000).
B. Patofisiologi
Sumbatan saluran empedu
dapat terjadi karena kelainan pada dinding misalnya ada tumor, atau
penyempitan karena trauma(iatrogenik). Batu empedu dan cacing askariasis
sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan didalam lumen saluran.
Pankreatitis, tumor caput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar
tumor ganas di daerah ligamentum hepato duodenale dapat menekan saluran
empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (Reskoprodjo,
1995)
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara
lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, di ventrikel
duodenum dan striktur sfingter papila vater. (Reskoprojo,1995)
Kurangnya bilirubin
dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja pucat biasanya dikaitkan
dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal (pruritus) yang berhubungan
dengan obstruksi empedu tidak jelas. Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan
akumulasi asam empedu di kulit. Lain menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan
opioid endogen (Judarwanto,2009).
Penyebab obstruksi biliaris adalah
tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam
usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses.
(Ngastiyah, 2005)
Kemungkinan
penyebab saluran empedu tersumbat meliputi:
1. Kista dari saluran empedu
2. Lymp node Diperbesar dalam porta
hepatis
3. Batu empedu
4. Peradangan dari saluran-saluran
empedu
5. Trauma cedera termasuk dari
operasi kandung empedu
6. Tumor dari saluran-saluran
empedu atau pankreas
7. tumor yang telah menyebar ke
sistem empedu (Zieve David,2009)
C. Gejala
1. Gambaran klinis gejala mulai
terlihat pada akhir minggu pertama yakni bayi ikterus
2. Kemudian feses bayi berwarna
putih agak keabu-abuan dan liat seperti dempul
3. Urine menjadi lebih tua karena
mengandung urobilinogen
4. Perut sakit di sisi kanan
atas
5. Demam
6. Mual dan muntah (Zieve
David,2009)
D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala dan hasil pemeriksaan fisik, adanya tanda ikterus atau kuning
pada kulit, pada mata dan di bawah lidah. Pada pemeriksaan perut, hati
teraba membesar kadang juga disertai limfa yang membesar.
Pemeriksaan
Laboratorium dan Imaging
1. Pemeriksaan darah (terdapat
peningkatan kadar bilirubin)
Pemeriksaan darah dilakukan
pemeriksaan fungsi hati khususnya terdapat peningkatan kadar bilirubin
direk. Disamping itu dilakukan pemeriksaan albumin, SGOT, SGPT, alkali
fosfatase, GGT. Dan faktor pembekuan darah.
2. Rontgen perut (tampak hati
membesar)
3. Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif
Yaitu dengan memasukkan cairan tertentu
ke jaringan empedu untuk mengetahui kondisi saluran empedu. Pemeriksaan
kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk
mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
4. Breath test
Dilakukan untuk
mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir sejumlah obat. Obat-obat
tersebut ditandai dengan perunut radioaktif, diberikan per-oral
(ditelan) maupun intravena (melalui pembuluh darah).
Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan penderita menunjukkan banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati.
Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan penderita menunjukkan banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati.
5. USG
Menggunakan gelombang suara untuk
menggambarkan hati, kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini
bagus untuk mengetahui kelainan struktural, seperti tumor. USG merupakan
pemeriksaan paling murah, paling aman dan paling peka untuk memberikan
gambaran dari kandung empedu dan saluran empedu. Dengan USG, dokter
dengan mudah bisa mengetahui adanya batu empedu di dalam kandung empedu.
USG dengan mudah membedakan sakit kuning (jaundice) yang
disebabkan oleh penyumbatan saluran empedu dari sakit kuning yang
disebabkan oleh kelainan fungsi sel hati. USG Doppler bisa
digunakan untuk menunjukkan aliran darah dalam pembuluh darah di hati.
USG juga bisa digunakan sebagai penuntun pada saat memasukkan jarum
untuk mendapatkan contoh jaringan biopsi.
6. Imaging radionuklida
(radioisotop)
Menggunakan bahan yang mengandung
perunut radioaktif, yang disuntikkan ke dalam tubuh dan diikat oleh
organ tertentu. Radioaktivitas dilihat dengan kamera sinar gamma
yang dipasangkan pada sebuah komputer.
7. Skening hati
Merupakan penggambaran radionuklida yang
menggunakan substansi radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati.
8. Koleskintigrafi
Menggunakan zat radioaktif yang akan
dibuang oleh hati ke dalam saluran empedu. Pemeriksaan ini digunakan
untuk mengetahui peradangan akut dari kandung empedu (kolesistitis).
9. CT scan
Bisa memberikan gambaran hati yang
sempurna dan terutama digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini
bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar), seperti perlemakan hati (fatty
liver) dan jaringan hati yang menebal secara abnormal (hemokromatosis).
Tetapi karena menggunakan sinar X dan biayanya mahal, pemeriksaan ini
tidak banyak digunakan.
10. MRI
Memberikan gambaran yang sempurna, mirip
dengan CT scan. Pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan
waktu lebih lama dan penderita harus berbaring dalam ruangan yang
sempit, menyebabkan beberapa penderita mengalami klaustrofobia
(takut akan tempat sempit).
11. Kolangiopankreatografi endoskopik
retrograd
Merupakan suatu pemeriksaan dimana suatu
endoskopi dimasukkan ke dalam mulut, melewati lambung dan usus dua
belas jari, menuju ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian
disuntikkan ke dalam saluran empedu dan diambil foto rontgen dari
saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan peradangan pada pankreas (pankreatitis)
pada 3-5% penderita.
12. Kolangiografi transhepatik
perkutaneus
Menggunakan jarum panjang yang
dimasukkan melalui kulit ke dalam hati, kemudian disuntikkan zat
radiopak ke dalam salah satu dari saluran empedu. Bisa digunakan USG
untuk menuntun masuknya jarum. Rontgen secara jelas menunjukkan saluran
empedu, terutama penyumbatan di dalam hati.
13. Kolangiografi operatif
Menggunakan zat radiopak yang bisa
dilihat pada rontgen. Selama suatu pembedahan, zat tersebut disuntikkan
secara langsung kedalam saluran empedu. Foto rontgen akan menunjukkan
gambaran yang jelas dari saluran empedu.
14. Foto rontgen sederhana
sering bisa menunjukkan suatu batu
empedu yang berkapur.
15. Pemeriksaan Biopsi hati
Untuk melihat struktu organ hati apakah
terdapat sirosis hati atau kompilkasi lainnya. Laparotomi biasanya
dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan.
16. Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi
berumur 2 bulan). (Indonesia, USA & internasional berkumpul, 2000)
E. Pencegahan
Dapat
mengetahui setiap faktor risiko yang dimiliki, sehingga bisa mendapatkan
prompt diagnosis dan pengobatan jika saluran empedu tersumbat.
Penyumbatan itu sendiri tidak dapat dicegah. (Attasaranya S, Fogel EL,2008).
Dalam hal ini bidan dapat memberikan
pendidikan kesehatan pada orang tua untuk mengantisipasi setiap faktor
resiko terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran empedu),
dengan keadaan fisik yang menunjukan anak tampak ikterik, feses pucat
dan urine berwarna gelap (pekat). (Sarjadi,2000)
F. Penatalaksanaan
Pada dasarnya
penatalaksanaan pasien dengan obstruksi biliaris bertujuan untuk
menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan
tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu
atau reseksi tumor. Dapat pula upaya untuk menghilangkan sumbatan dengan
tindakan endoskopi baik melalui papila vater atau dengan laparoskopi.
(Reksoprodjo, 1995)
Gambar
2.2 saluran empedu empedu memegang stent
terbuka, memulihkan aliran empedu
Bila tindakan
pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab
sumbatan, dilakukan tindakan drenase yang bertujuan agar empedu yang
terhambat dapat dialirkan. Drenase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya
dengan pemasangan pipa naso bilier, pipa T pada duktus
koledokus, atau kolesistostomi. Drenase interna dapat dilakukan dengan
membuat pintasan bilio digestif. Drenase interna ini dapat berupa
kelesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunustomi atau
hepatiko-jejunustomi. (Reksoprodjo, 1995)
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Pertahankan kesehatan bayi (pemberian
makan yang cukup gizi sesuai dengan kebutuhan, serta menghindarkan
kontak infeksi). Berikan penjelasan kepada orang tua bahwa keadaan
kuning pada bayinya berbeda dengan bayi lain yang kuning karena
hiperbilirubinemia biasa yang dapat hanya dengan terapi sinar atau
terapi lain. Pada bayi ini perlu tindakan bedah karena terdapatnya
penyumbatan ( Ngastiyah, 2005).
2. Penatalaksanaan Medisnya ialah
dengan operasi ( Ngastiyah, 2005).
0 komentar:
Posting Komentar